Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Rabu, 10 Februari 2010

CATATAN MUCHTAR PAKPAHAN "Siapa Adnan Buyung Nasution?"

Laporan: Taufik Damas
Pagi hari Selasa 9 Februari 2010, saya mendengar pernyataan anggota DPR RI yang terhormat Ruhut Sitompul, "Adnan Buyung tidak usah didengar. Mentang-mentang tidak jadi Watimpres lagi, dia ngoceh kayak cucakrowo. Adnan bukan ahli tatanegara karena waktu dia ambil gelar doktor adalah bentuk pelarian dari Ketua Dewan Pembina Demokrat Soeharto ehh, pembina Golkar. Jadi tidak usah didengar".

Saya Muchtar Pakpahan secara spontan terpanggil menjelaskan siapa Adnan Buyung Nasution (ABN). Pertama, ABN adalah pejuang Hak Asasi Manusia (HAM). Ketika orang takut menyatakan yang benar, terutama untuk membela korban-korban HAM dari kezaliman dan kediktatoran Soeharto, ABN dengan berbagai resiko maju membela dengan mendirikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama kawan-kawannya.

Jutaan orang yang dizalimi oleh Orde Baru merasakan sejuknya kehadiran ABN Cs dan kehadiran YLBHI. ABN adalah sinar bagi kegelapan hati nurani selama Orde Baru. Setiap orang yang merasakan gelapnya pemerintah Orde Baru akan merasakan secercah terang bila datang ke YLBHI. Sebutlah tanah orang dirampas demi pembangunan; aktivis yang menyatakan pikirannya yang berbeda dengan Orde Baru; akan mengalami kezaliman, dibunuh, dianiaya, dan dipenjarakan. Buruh yang di-PHK dengan mudah tanpa alasan dan kasus hukum lainnya.

Ketiga, waktu saya jadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), YLBHI menjadi pembela Komando Jihad, pembela orang yang dituduh komunis, dan pembela petani dan buruh. Saya mengagumi panggilan itu, kemudian saya menjadi aktivis, bergabung dalam LSM, menjadi Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), menjadi Doktor Ilmu Hukum Tatanegara. ABN adalah guru dan panutan saya. Tentu, sebagai manusia pasti ada kelemahannya.

Tentang keahlian. Bila seseorang telah berhasil mempertahankan hasil penelitian pada promosi doktor di sebuah universitas, berarti yang bersangkutan adalah peneliti mandiri dan ahli di bidang ilmu yang digeluti untuk menjadi doktor. Tentang komitmen, ABN belum pernah lari dari komitmen. Yang pernah diperdebatkan tentang ABN adalah ketika dia menjadi penasehat hukum BJ Habibie dan ikut membela tersangka penembak Trisakti. Selama dia jadi Watimpres SBY, ABN menjadi saluran menyampaikan aspirasi ke dalam. Kenyataan di pihak lain, Soeharto adalah pelaku kejahatan HAM.

Walau tidak jelas, sepertinya Ruhut mau menyatakan bahwa ABN adalah penjahat, maka ia lari ke Belanda dan tindakan Soeharto berada dalam koridor yang benar. Selain itu Partai Demokrat termasuk Presiden SBY selalu menyampaikan politik etis dan menyampaikan pendapat dengan santun. Dan, Ketua Fraksi Demokrat menyatakan bahwa cara Ruhut Sitompul berpendapat masih dalam etika dan kesantunan Demokrat. Saya bertanya dalam hati. Siapa mau berkomentar? [fik]

Bookmark and Share

Pansus Angket Century "Ruhut Salah Sebut Indonesia Negeri Beradab Jadi Biadab"

Jakarta - Politisi Partai Demokrat kembali meramaikan Pansus Angket Century DPR. Kondisi semakin ramai karena Ruhut Sitompul salah mengucapkan kata. Indonesia yang beradab diucapkannya menjadi Bangsa Indonesia yang biadab.

"Kita adalah negara Indonesia yang sangat biadab, eh beradab," ujar Ruhut dalam sidang Pansus bersama PPATK di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/2/2010).

Kontan saja peserta sidang pun langsung tertawa mendengarnya. Ruhut pun langsung membenarkannya. "Tapi demo sekarang ini suka dilakukan dengan biadab," katanya.

Ruhut mencontohkan, dirinya seringkali keliling menyamar menggunakan motor ketika ada demonstrasi. Ia menemukan massa aksi membawa topeng-topeng. "Ada topeng Sitompul juga sekarang," katanya.

Ruhut sebelumnya juga salah menyebut asal anggota Pansus dari PDIP, Hendrawan Supratikno. "Profesor Hendrawan Supratikno dari Malang," katanya.

Padahal Hendrawan berasal dari Cilacap. Peserta sidang pun tertawa.

Ruhut juga sempat bersitegang dengan Bambang Soesatyo. Awalnya, ia marah karena anggota Pansus dari PKS Fahri Hamzah dianggapnya mengulang apa yang sudah dibahas. "Ini kelemahan sahabat saya, masuk (ke sidang) langsung ngomong macam-macam," tuding Ruhut ke Fahri

Bambang pun mencoba membela Fahri. "Kita ini anggota Pansus, jangan saling menghujat. Kita harus saling menghargai," kata Bambang.

Ruhut membalasnya. Ia menyatakan menghargai Fahri. "Ini sudah jelas kesimpulannya. Jangan ajari ikan berenang," ucapnya.

Bambang kembali membalas. "Bukan ikan berenang, Ini ikan nyelem," timpalnya.

Bookmark and Share

Heboh di Pansus, Ruhut dan Agus Tak Matang?

Laporan: Zul Hidayat Siregar


GUN GUN HERYANTO/IST

Jakarta, RMOL. Pada saat penyampaian pandangan awal fraksi-fraksi atas skandal Bank Century kemarin (Senin, 8/2), dua anggota Pansus dari Partai Demokrat Ruhut Sitompul dan Agus Hermanto menjadi bahan tertawaan anggota Pansus.

Pasalnya, kedua politisi Partai Demokrat tersebut keseleo lidah. Ruhut mengatakan Ketua Dewan Pembina Demokrat, Soeharto, harusnya Dewan Pembina Partai Golkar. Sedangkan Agus menyebut anggota Pansus Centurygate Akbar Faizal dengan Akbar Tanjung.

Pengamat komunikasi politik Gun Gun Heryanto menilai komunikasi kedua politisi tersebut menunjukkan ketidakmatangan proses produksi dan distribusi pesan. Politisi, jelasnya, sebagai komunikator politik, tak hanya dinilai dari simbol sebagai wakil rakyat, melainkan juga dinilai performa mereka, termasuk saat mengartikulasikan pesan politiknya.

"Pernyataan Ruhut dan Agus yang tak terukur menjadi cermin kengawuran berkomunikasi. Contoh ketidakterukuran lain dari Ruhut ialah saat mengatakan Anas ingin menjadi menteri," kata Gun Gun kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Selasa, 9/2). [zul]

Bookmark and Share

Fahri Hamzah: OMONGAN RUHUT TAK PERLU DIDENGARKAN

Bagi para politisi dan para penggemar berita-berita politik, khususnya yang merasa selalu sebal bin eneg menyaksikan sikap Ruhut yang sering over acting dalam tindakan dan ucapannya, mungkin perlu memperhatikan judul dari tulisan ini.
Judul tulisan tsb saya kutip dari pernyataan Wakil Sekjen DPP PKS Fahri Hamzah yang menilai Ruhut tidak layak didengar dan dipercaya omongannya. Dalam kalimat yang lebih tegas politisi muda PKS ini menyatakan agar “apapun omongan Ruhut tak perlu didengarkan” (detik.com:2/2/10).
Mengapa Fahri Hamzah memberi pernyataan seperti itu terhadap Ruhut ? Sebabnya adalah Ruhut Sitompul mengatakan bahwa Sekjen PKS Anis Matta agar mengaca (bercermin) karena dianggap mengkampanyekan pemakzulan SBY.
Menurut Ruhut, Anis seharusnya tahu PKS telah mendapat jatah menteri dengan masuk koalisi partai pendukung SBY. "Tidak ada pemakzulan. Anis Matta ngaca lu! Kurang apa, PKS 4 menteri kita kasih." Demikian kata Ruhut dengan gaya omongan sepertinya dialah yang menjadi presiden.
Ucapan Ruhut ini mendapat reaksi keras dari Fahri Hamzah. Menurut anggota Pansus Century ini, PKS maupun Anis tidak pernah membicarakan soal pemakzulan SBY. Wacana pemakzulan muncul justru karena SBY sendiri yang mengungkapkan isu tersebut karena kekhawatirannya.
Fahri menilai Ruhut tidak pernah baca bahan, dan ngomong dengan pikirannya sendiri. “Kalau Ruhut bilang, Pak Anis suruh ngaca, tanya sama Ruhut, kuncir sama antingnya harganya berapa? Jangan tanya sama otaknya," kata Fahri dengan nada berang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/2/2010).
Labih jauh Fahri menyatakan bahwa tanggapan Ruhut salah dan tidak berdasar. Karena itu Fahri meminta agar APAPUN OMONGAN RUHUT TAK PERLU DIDENGARKAN.
Mungkin semua pihak yang merasa sebal dengan ulah Ruhut yang sering over acting dalam tindakan dan acapan ini akan bersetuju dengan pernyataan Fahri yang terakhir tsb.
Yang menjadi pernyatan adalah kalau Fahri Hamzah begitu emosi dalam menanggapi omongan Ruhut, berarti dia “telah mendengarkan” omongan Ruhut. Padahal dia mengusulkan agar omongan Ruhut jangan didengarkan.

Bookmark and Share

Pikiran Ruhut Sering Tidak Fokus Kepada Persoalan

Judul tulisan ini saya buat setelah melakukan pengamatan terhadap penampilan Ruhut Sitompul di layar TV sejak dia terpilih sebagai anggota DPR. Pengamatan tsb terutama, saya titik beratkan pada penampilan fisik, cara bicara, gaya bahasa, cara berdebat, dan isi pembicaraan.
Pikiran Ruhut yang tidak fokus kepada persoalan yang sedang menghangat sering mengakibatkan persoalan yang ditanggapi oleh Ruhut bukan saja menjadi tidak selesai, lebih dari itu justru menyebabkan persoalan menjadi lebih kusut dan membuat citra dirinya serta Partai Demokrat menjadi negatif. Terutama saat dia mengucapkan kata bangsat kepada Prof.Gayus Lumbuun.
Untuk membahas masalah ini marilah kita cermati masalah yang belum lama terjadi ketika mantan anggota Wantimpres, Adnan Buyung Nasution, mengemukakan wacana di media massa agar SBY bersikap jantan dalam masalah Century. Dalam sistem presidensial, presiden harus bertanggung jawab atas tindakan menterinya. Pansus, menurut Buyung harus berani memanggil Presiden SBY.
"Presiden harus jantan mengatakan saya yang bertanggung jawab. Saya ingin SBY menunjukkan sikap jantan sebagai presiden, apalagi kabinet kita sebagai presidensial. Kalau tidak jantan, tentu jangan menjadi leader," demikian kata pengacara senior itu. (vivanews.com:8/2-2010)
Sebelum membahas tanggapan Ruhut yang tidak focus kepada persoalan, marilah kita simak dulu tanggapan dari kader Demokrat lainnya dan juga Akbar Tanjung. Kader Demokrat menanggapi Pernyataan Buyung tsb dengan mengatakan bahwa saat ini tidak ada celah bagi Pansus untuk memanggil Presiden.
Di lain pihak Akbar Tanjung seperti diberitakan dalam running text di TV One dan Metro TV mengatakan bahwa pemanggilan presiden belum perlu.
Terlepas dari benar atau tidaknya bantahan terhadap pernyataan Buyung tsb, tentu kita bisa menilai bahwa tanggapan tsb sangat relevan dan sangat focus terhadap masalah yang menjadi perdebatan tsb.
Sekarang marilah kita mencermati dan menilai tanggapan Ruhut terhadap pernyatan Buyung tsb. Ruhut mengawali tanggapannya dengan mengatakan sbb:
"Jangan bawa-bawa Adnan Buyung, aku malu. Kenapa, karena terlepas dari ilmu Tata Negara yang dipelajarinya di Belanda, itu gelarnya tidak bersih," kata Ruhut Sitompul di Gedung DPR.
Ruhut melanjutkan tanggapannya dengan mengatakan, Buyung harus tahu diri. "Jangan mentang-mentang gak jadi wantimpres lagi, seperti sakit hati, ngomong dimana-mana seperti burung 'cucak rawa' saja, Buyung Nasution tidak usah didengar, jangan didengar, pesan dari Ruhut yang menyampaikan," tuturnya.
Dari tanggapan Ruhut tsb tampak jelas sekali kalau tanggapan Ruhut sangat tidak focus kepada persoalan. Di dalam tanggapan tsb bukan saja tidak mengandung sanggahan atau argument yang intelek terhadap pernyataan Buyung, lebih dari itu cukup banyak kalimat yang sangat tidak focus kepada persoalan dan celakanya lagi mendatangkan rasa tidak simpati kepada dirinya sendiri.
Tanggapan Ruhut yang tidak focus kepada persoalan dan terkesan tidak intelek tsb sudah tercermin pada awal sampai akhir tanggapannya. Kalimat-kalimat yang tidak focus kepada persoalan dan tidak intelek tsb di antaranya adalah: 1.Jangan bawa-bawa Adnan, aku malu. 2.Gelarnya itu tidak bersih. 3.Jangan mentang-mentang gak jadi wantimpres lagi, seperti sakit hati. 4.Ngomong di mana-mana seperti burung Cucak Rawa. 5.Buyung tidak tahu diri. 6.Buyung Nasution jangan didengar, pesan dari Ruhut.
Tampak jelas sekali kalau kalimat yang diucapkan Ruhut tsb TIDAK ADA yang mengandung argument untuk mematahkan pernyataan Buyung secara intelek. Lebih dari itu selain terkesan asal bunyi, isi pernyataan dan gaya bahasanya pun terkesan seperti orang dengan kepribadian superior.
Pembawa acara di televisi pun sering tidak waspada ketika di dalam wawancara, Ruhut sering memberi jawaban yang tidak focus kepada hal yang ditanyakan atau sedang menjadi perdebatan.
Jika anda memperhatikan penampilan Ruhut di dalam wawancara atau perdebatan di TV, maka tentu anda akan dapat dengan mudah menyaksikan sikap Ruhut yang sering tidak fokus kepada masalah. Gejala-gejalanya dapat dicermati dari kalimat tertentu yang sering diucapkan tapi kurang / tidak relevan dengan masalah, misalnya:
1.Mendebat lawan bicara tidak pada persoalan, tapi mengucapkan kalimat yang mengejek lawan bicara.
2.Kadang-kadang memuji diri sendiri. Salah satu contohnya adalah dengan mengucapkan: “Aku ini pakar hukum.”
3.Sering memuji-muji atau membawa-bawa nama SBY,padahal hal tsb tidak relevan dengan masalah yang sedang dibicarakan. Misalnya dengan mengucapkan kalimat: “Founding father kami, Bapak SBY telah berpesan agar menjadikan hukum sebagai panglima.” Contoh kalimat lainnya adalah: “Bapak SBY telah dipilih oleh rakyat dan menang satu putaran.
4.Sering menyatakan hal-hal yang terkait dengan kemenangan pilpres tahun 2009 yang lalu tapi kurang / tidak relevan dengan masalah yang sedang diperdebatkan.
5.Sering menganggap kritik terhadap SBY sebagai ungkapan sakit hati dari pihak yang kalah dalam pilpres yang sudah berlalu dan dilupakan orang.
Kalau anda termasuk orang yang cermat dan kritis dalam mengikuti perkembangan politik di negeri ini, tentu anda akan dapat melihat lebih banyak lagi sikap Ruhut yang pikirannya sering tidak focus di dalam menanggapi persoalan.
Bagaimanakah sikap yang sebaiknya dilakukan didalam menanggapi omongan Ruhut ? Wasekjen PKS, Fahri Hamzah pernah mengatakan: “Apapun omongan Ruhut, tidak perlu didengar.” Adnan Buyung, ketika diminta menanggapi omongan Ruhut di Metro TV, mengatakan: “Saya tidak mau menanggapi omongan pemain sinetron.”
Rasa-rasanya SBY dan Para pentolan Partai Demokrat perlu berpikir ulang mengenai untung ruginya keberadaan kader partai seperti Ruhut ini. Dalam kondisi seperti itu untuk meningkatkan citra dirinya sendiri saja Ruhut sulit diharapkan, apalagi untuk meningkatkan citra partai ( ? )
Salam sukses

Bookmark and Share

Ruhut Gennaro Gattuso Sitompul

Dalam proses penyelidikan, anggota pansus lebih sering bertikai antar sesama. Kadang pertikaiannya justru keluar dari konteks permasalahan yang sedang dihadapi.
Sebagai contoh pihak yang seperti tidak bosan mencari musuh adalah anggota dari Fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul. Beberapa kali tingkah laku Ruhut membuat panas suasana rapat.
Yang paling terbaru soal penyebutan kata 'Daeng' kepada mantan Wapres Jusuf Kalla. Sebagian anggota pansus mengkritik keras pernyataan Ruhut. Bagi mereka, sebutan itu justru dianggap tidak sopan.
Demokrat memang ketahuan benar mereka setuju dan terlibat dalam pansus memang punya tujuan khusus. Mengawal ketat kepentingan mereka. Nah Ruhut ini sengaja bertugas menjadi perusak. Kayak peran Gennaro Gattuso di tim AC Milan itu. Penggemar bola pasti hapal sosok ini.
Gattuso dikenal sebagai pekerja keras di tengah lapangan, dan dikenal akan semangat, serta tenaga badaknya yang tinggi. Ia juga merupakan seorang pemain yang emosional dan sering memancing emosi lawan. Nah jika lawan kepancing emosinya, siap-siap deh menanggung akibatnya. Dia memang “Sang Perusak”.
(Sumber. detik.news.com)

Bookmark and Share

Sikap JK Saat Diejek Poltak, Tukang Minyak

Ada hal yang cukup menarik dan juga cukup bermanfaat untuk dijadikan pelajaran ketika kita menyaksikan sidang Pansus Hak Angket Century, Kamis, 14/1/10. Saat itu Ruhut Sitompul mendapat giliran mengajukan pertanyaan kepada JK (Jusuf Kalla) yang memberikan kesaksian dalam sidang tsb.
Ruhut, pemain sinetron yang berperan sebagai Poltak si tukang minyak itu menyampaikan 2 hal yang sifatnya perdebatan dan ejekan. Ke dua hal tsb menjadi menarik untuk dicermati karena JK merespon perdebatan dan ejekan itu dengan cara yang bisa dijadikan pelajaran bagi kita semua agar tidak terjebak dalam debat kusir yang tidak sedap dilihat seperti yang pernah terjadi di antara Poltak si tukang minyak dan Prof Gayus Lumbun.
Perdebatan yang terjadi adalah ketika Poltak si tukang minyak menuding JK, mantan Wakil Presiden telah mengintervensi Polri. Pasalnya, JK telah memerintahkan polisi untuk menangkap salah satu komisris Bank Century, Robert Tantular.
JK saat itu menjawab dengan pernyataan yang bukan saja tepat tapi juga dibumbui dengan humor yang disambut dengan tawa dan tepuk tangan sejumlah anggota Pansus yang hadir. Jawaban JK lebih kurang adalah sbb: “Pangkat saya menjadi turun jika saya melakukan intervensi. Apa yang saya lakukan adalah perintah agar Polri menangkap Robert Tantular, bukan intervensi . . . . “
Dalam perdebatan tsb, JK juga membantah Si Poltak yang menudingnya telah merusak tatanan hukum. Dengan bantahan yang logis dan sederhana JK menjawab: "Apanya yang merusak, Polri itu atasannya presiden, karena BI tidak mau melaporkan, maka saya memerintahkan Polri untuk menangkap."
Tampaknya setelah tudingannya dibantah oleh JK dan bantahan tsb mendapat sambutan meriah dari sejumlah besar anggota Pansus, penyakit lidah tak bertulang si Poltak tukang minyak mulai kumat. Keluarlah kata-kata yang bernada ejekan. Poltak dengan gaya over acting seorang pemain sinetron yang tidak professional mulai memanggil JK dengan sebutan “Daeng” berkai-kali.
Apakah sebutan daeng dari si Poltak itu bernada ejekan, tentu masyarakat yang meyaksikan sidang pansus tsb bisa memperkirakannya. Untuk lebih memahami apakah sebutan daeng oleh si Poltak itu bernada ejekan atau tidak, mari kita simak pendapat dari salah seorang anggota Pansus yang juga berasal dari Bugis.
Anggota Pansus dari fraksi Hanura, Akbar Faizal mengatakan bahwa dalam struktur sosial Bugis, pelafalan “Daeng” cenderung digunakan untuk level masyarakat bawah. “Padahal, bagi kami Pak Jusuf Kalla itu sudah berada pada level yang sangat terhormat,” tutur Akbar yang juga berasal dari Bugis usai rapat pemeriksaan Pansus.
Selain Akbar, anggota Pansus asal Fraksi Golkar, Ibnu Munzir dan anggota pansus dari Fraksi PKS, Andi Rahmat, juga menyatakan keberatan serupa. Mereka memprotes keras Ruhut, dan memintanya untuk tidak lagi membawa-bawa simbol adat maupun SARA (suku, agama, ras, antargolongan) dalam proses pemeriksaan Pansus (Vivanews.com:15/1/10)
Sementara itu JK yang pada awalnya tampak sedikit emosi, terlihat tenang melihat Ruhut seperti kena batunya dengan dicecar oleh sesama rekannya di Pansus.
Pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa ini adalah jika kritik dalam suatu perdebatan masih bersifat logis dan relevan dengan masalah yang dibicarakan, debatlah kritik tsb dengan logis pula jika memang kritik tsb tidak benar.
Sebaliknya jika perdebatan sudah mulai mengarah kepada ejekan yang over acting dan tidak beretika, maka hal tsb bukan saja tidak perlu ditanggapi secara emosional tapi juga tidak perlu dilayani. Apalagi jika ejekan tsb memang berasal dari orang yang mengaku pakar hukum, tapi tidak beretika, dan dibenci banyak orang. Tanpa kita marah pun orang lain akan mewakili kita untuk marah.

Bookmark and Share

I Cried For My Brother Six Times

Aku tinggal di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil di China. Hari demi hari, kedua orang tuaku membajak tanah kering kuning dengan punggung menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku memilikinya, aku mencuri 50 sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau marah dan menyuruh aku dan adikku berlutut di depan tembok. Dengan sebuah tongkat bambu ditangannya, ayah meminta diantara kami untuk mengaku.

“Siapa yang mencuri uang itu?” beliau bertanya. Aku tertegun paku dengan kepala menunduk ke bawah, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi adikku, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu telah mengecewakan ayah. Kamu layak dipukul sampai mati!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak cukup berani untuk mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya berguman, “Kedua anak kita menunjukkan prestasi yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, sudah cukup dengan membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu lemah? Bahkan jika harus ayah jual semua barang yang ad di rumah untuk menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!”

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.“

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga di universitas. Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab dengan senyumannya, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, adikku berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang sudah bertahun-tahun pecah telah diganti. Dalam rumah kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Ini semua adalah usaha adikmu yang pulang lebih awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Dia tersenyum menatapku dan berkata “Ini adalah kali pertama kamu membuat pacarmu ke rumah. Pacarmu adalah mahasiswa dari kota. Saya tidak kemiskinan kita menjadi penghalang hubungan kalian”.

Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Berulang kali, suami dan aku mengajak kedua orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku juga tidak setuju, ia mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”

Ketika suamiku menjadi direktur pabriknya, kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku tersengat aliran listrik ketika ia berada diatas sebuah tangga untuk memperbaiki jaringan kabel. Akibat sengatan listrik, ia harus masuk ke rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?“

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkanlah kakak ipar, beliau baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dihadapi suamimu?”

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan sambil menangis aku berkata sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.
“Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Bookmark and Share

Statemen menarik dari Politisi Ruhut

Menarik melihat komentar abang Ruhut Sitompul pada beberapa sidang Pansus Century. Telah banyak kutipan mengenai Ruhut di situs-situs Internet. Satu hal yang masih mengganjal bagi saya

“Mengapa Abang Ruhut ini selalu atau sering menjadi Juru Bicara bagi Fraksi Demokrat di Pansus Century?


Ada yang bisa menjawab? Menurut saya partai Demokrat selalu memilih kader terbaik untuk berbicara di depan publik, contoh saja Andi Malarangeng brothers, Anas Urbaningrum, Sultan Bhatoegana, dll. Beberapa orang yang saya sebutkan sangat santun dan hebat dalam bersilat kata untuk mengalihkan pembicaraan dan menggiring opini publik dan terkadang memang benar dan berhasil, sekalipun tidak jarang kurang detail, normatif dan logika yang dipakai belum bisa saya capai (tidak bisa ter-logika-kan oleh otak cetek saya) Saya kutipkan dari Wikipedia dan beberapa situs lain mengenai beberapa statement Ruhut :

“Rajam”

Pada 20 Desember 2009, Ruhut kembali mengeluarkan pernyataan yang bombastis bahwa ia rela dirajam (dilempar batu sampai mati), jika Boediono (Wakil Presiden Republik Indonesia) dan Sri Mulyani (Menteri Keuangan) hadir bila dipanggil oleh Panitia Khusus (Pansus) Bank Century.

“Saya akan menjamin saat Boedi dipanggil tidak datang, Sri Mulyani tidak datang saat dipanggil. Teman-teman bisa panggil saya keluar, rajam saya, cabut nyawa saya,” kata Ruhut di kantor PBHMI Jl P Diponegoro No 16A Menteng Jakarta Pusat, Minggu (20/12). Ruhut mengaku Partai Demokrat dirugikan. Nama putra bungsu Presiden SBY, Edhie Baskoro, Joko Suyanto, Trio Mallarangeng (Andi, Rizal dan Choel) difitnah menerima duit panas Century.[8][9]


“Bangsat!!”

Ulahnya bermula saat Ruhut Sitompul meminta Gayus Lumbuun, tegas memimpin sidang.
“Fraksi sendiri diberi waktu sampai hampir dua jam, fraksi lain hanya sebentar. Saya sampai jam empat pagi sanggup, tapi tolong diatur yang benar. Jangan nanti pimpinan keluar lagi,” teriak Ruhut melalui pengeras suara.
Gayus merasa perlu menanggapi Ruhut.
“Apa pernah lihat saya keluar?” katanya.
Ruhut tiba-tiba kemudian membawa-bawa gelar profesor Gayus dalam adu mulut itu.
“Kalau tidak senang lempar palu ke aku,” tantang Ruhut.
Gayus yang naik pitam meminta Ruhut dikeluarkan dari rapat karena sering bikin gaduh rapat.
“Sudah saya pimpin rapat,” lontar Gayus
“Diam kau bangsat,” umpat Ruhut.


“Potong Organ Tubuh“

Pada 20 November 2009, Ruhut mengeluarkan pernyataan merelakan kupingnya dipotong jika dana bailout Rp 6,7 triliun Bank Century mengalir ke Partai Demokrat dan Presiden SBY.

“Tidak ada kaitannya SBY dan Demokrat dengan aliran dana Bank Century. Kalau ada, potong kuping Ruhut Sitompul,“.

Berdekatan dengan pernyataan itu, Ruhut juga menyatakan lehernya siap ditebas pedang jika putra kesayangan SBY, Edhie Baskoro (Ibas) juga menikmati ‘uang haram’ Kasus Bank Century.

“Kalau Ibas terima Rp 500 Miliar, potong leher saya,“.

Tak cukup sekali saja, mantan politisi Golkar ini kembali merelakan lehernya ditebas jika Ketua Pansus Hak Angket Century tidak diduduki oleh Idrus Marham, pendatang baru di Hak Angket Century.

“Nggak mungkin oposisi (jadi ketua Pansus). Potong Leher saya. Ya buat apa dong koalisi. Ini kan kasihan rakyat. Ini hanya sinetron politik,” Ruhut kembali menjaminkan lehernya saat rapat pemilihan Ketua Pansus Angket Century di DPR, Jumat (5/12/2009).

Idrus Marham terpilih menjadi ketua Pansus karena menang mutlak dalam voting dengan memperoleh 19 suara.[7]


Dalam proses saya menonton TV One mengenai Pansus Century, saya melihat gaya bicara elegan, clear dan terpola dari Pak Anas dan seluruh politisi lain, dengan tujuan untuk mendukung atau mendiskreditkan Kasus Century. Bisa diingat juga siapa yang mendukung dan menolak Pansus Century mungkin awal usul hak angket ini bisa menjadi dasar apa gerakan tiap fraksi di Pansus. Demikian juga bisa menyimpulkan ramainya persidangan dan silang pendapat sebenarnya antara siapa dan siapa. Terakhir uang itu, 6,7 trilliun terjawabkah? Moga-moga ya.



Updated Statemen Ruhut :

Tidak enak mengkritisi Bendera (ada Maruarar Sirait)..

‘Saya nggak enak menyebut ini. Sebab, ini adik-adik saya juga. Ada nama Sirait,” kata Ruhut.

Maruarar Sirait, dari anggota Pansus dari Fraksi PDIP langsung bereaksi. ”Langsung saja sebut nama saya di situ,” kata Ara.

Suasana mulai gaduh karena Ara menanyakan komitmen Pansus yang tidak boleh memberi penilaian terhadap nama orang.

”Saya minta ketua memutuskan. Kalau kita boleh menilai dan mengomentari orang, maka saya juga akan lakukan itu,” kata Ara yang langsung disusul dengan kegaduhan


Saya menyampaikan apresiasi buat Maruarar Sirait (Ara) yang bisa tenang dan tertata saat melayani Ruhut. Ara menunjukkan kematangan di usia muda. Berbeda dengan ‘Poltak’, Ara sepertinya bisa cukup tenang dalam menghadapi Ruhut kan?



Ada lagi statemen lagi nih :

Tentang Susno Duadji (mantan Kabareskrim Mabes Polri)

“Tolong kawan-kawan di Pansus jangan berpolitik. Jangan cerita soal prestasi Susno. Kita tidak equal. Tolonglah kita, jangan ajari ikan berenang, dan burung terbang. Ya, kalau (burung) yang tidak bisa terbang, ya burung kita-kita ini,” ujar Ruhut.

Tidak pantas dikeluarkan di Forum Pansus Bank Century. Ruhut lebih pantas jadi Pengacara yang konfrontir dengan Jaksa, Preman jalanan, dll. Entah kenapa bisa duduk di Pansus Century, jangan-jangan ada agenda ya? Bak sepakbola, Genarro Gattuso punya peran khusus, perannya cukup penting dalam tim. Tetapi masak Fraksi Partai Demokrat butuh ‘Genarro Gattuso’?



Minggu 24 Januari 2010

Hobi Ruhut (saat ini sedang berbakti atau mengerjakan hobi bang?)

“Saya hanya menginterupsi orang yang kalau ngomongnya diteruskan, akan terlihat bodoh. Sebenarnya saya ini pelawak. Pelawak yang punya hobi sinetron, hobi politik dan hobi lawyer,” ungkap Ruhut dengan nada berkelakar.



Kamis 28 Januari 2010

Ruhut adalah contoh bagi Anggota DPR lain (dalam kasus naik gaji)

“Kalau benar naik, kerja anggota DPR harus makin baik seperti saya, anggota Pansus berangkat paling pagi pulang paling akhir. Semua harus contoh saya dibandingkan anggota lain,” kata Ruhut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (28/1/2010).

Meski ada rencana kenaikan, Ruhut mengaku belum menerima gaji sebagai anggota dewan selama dua bulan. “Mana naik? Saya belum terima gaji dua bulan,” katanya.

Dengan adanya kenaikan gaji Ruhut meminta rekan-rekannya untuk lebih berdisiplin dalam bekerja. “Kita harus kerja sunguh-sunguh. Jangan lupa dengan konstituen. Itu rakyat yang milih kita supaya tidak kecewa,” katanya.




Updated 08 Februari 2010, Ruhut merespon pernyataan Adnan Buyung Nasution, begini kronologinya :

Pernyataan Adnan Buyung berikut :


Presiden harus bertanggung jawab

“Presiden harus jantan mengatakan saya yang bertanggung jawab. Saya ingin menunjukkan sikap jantan sebagai presiden, apalagi kabinet kita sebagai presidensial. Kalau tidak jantan, tentu jangan menjadi leader,” ujar pengacara senior berambut perak ini.

Menurut Buyung, dalam sistem presidensial menteri-menteri tidak bisa bertanggungjawab secara per individu. Siapapun yang salah, baik itu Boediono maupun Sri Mulyani, menurut Buyung, SBY lah yang tanggung jawab.

“Siapapun yang salah dalam masalah ini, apakah Sri Mulyani atau Boediono kalau ini menyangkut pertanggungjawaban politik itu kepada presiden,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, jikalau SBY tidak terkait dengan kasus ini, dia harus segera melakukan tindakan.

“Dia harus memberi tindakan lebih dulu, itu kebijakakn politik. Jangan seperti masalah Bibit-Chandra, minta tolong tim 8,” terang Adnan Buyung.


Diresponi oleh Ruhut Sitompul :

Buyung ‘Cucak Rowo’

Ruhut Sitompul kembali memberi ‘pelajaran’ pada mereka yang mengkritik SBY. Kali ini Ruhut meminta Adnan Buyung Nasution yang mendesak agar SBY jantan soal Pansus Century, tidak banyak berbicara.

“Biar Buyung tahu diri dikit. Dia perlu dikasih pelajaran. Jangan ngoceh terus, ngoceh kayak cucak rowo,” ujar Ruhut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/2/2010).

Ruhut lantas mengungkit masa lalu Buyung. “Kalau aku dengar statemen Buyung, aku sudah malu. Dia teman saya, terlepas dia pernah ke Belanda dapat sanksi dari Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Pak Soeharto,” kata pria yang rambutnya dikuncir kecil ini.

Wartawan yang mendengar Ruhut selip lidah menyoraki Ruhut. Ruhut buru-buru mengoreksi. “Iya, Partai Golkar,” ujarnya.

Ruhut juga membandingkan Buyung dengan profesor tata negara tersohor di Indonesia yakni Prof HAS Natabaya. Menurut Natabaya, SBY tidak perlu dipanggil dalam rapat Pansus Angket Century.

“Profesor Natabaya dulu pernah bilang, jangankan SBY, JK saja tidak perlu hadir. Tidak ada hubungannya. Oleh karena itu Buyung tidak perlu didengar, Ruhut yang mengatakan,” tegas pemeran Poltak dalam sinetron Gerhana itu.



Kemudian minta disambut karpet merah di Makassar :


“Konstituen saya minta Pak Ruhut yang ke Makassar,” kata anggota pansus dari Fraksi Hanura Akbar Faisal menyampaikan masukannya dalam rapat pansus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/2/2010).

Mendengar namanya disebut, Ruhut Sitompul pun senang. Ruhut segera menginterupsi. “Asal saya disambut karpet merah saya akan datang ke Makassar,” kata Ruhut sambil tertawa, disambut tawa anggota pansus lain.


Sungguh semakin menunjukkan, watak nya…

Bookmark and Share

Sudah 4 Kali Ruhut P Sitompul Berulah!

Selama rapat berlangsung setiap anggota bersikap sopan santun, bersungguh-sungguh menjaga ketertiban, dan mematuhi segala tata cara rapat sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI.
–Pasal 7 Kode Etik Anggota DPR RI—

Pada 27 Mei 2009 lalu, Ruhut Poltak Sitompul menyinggung perasaan etnis Arab Indonesia dengan mengatakan bahwa bangsa Arab tidak pernah memberikan bantuan kepada Indonesia. Ruhut justru membanggakan Amerika Serikat sebagai penyelamat ekonomi negara Indonesia yang ia sampaikan dalam diskusi “Mengungkap Strategi Tim Sukses Capres” di Gedung DPD, Jakarta.[1]Lalu, saat diskusi Bank Century 16 Desember 2009 di Jakarta, perkataan Ruhut Sitompul kembali mengundang ketidaknyaman peserta diskusi ketika ia menyinggung etnis China. Ruhut menyindir mantan Menko Ekuin Kwik Kian Gie dengan membawa etnis China. Peserta diskusipun menyampaikan kekecewaan pada Ruhut Sitompul. “Saya agak kecewa dengan Bang Ruhut. Tadi Anda bicara etnis. Anda mengatakan seorang tokoh Chinese. Bagi saya tidak penting apa dia itu Chinese atau pribumi, asalkan dia berpihak pada rakyat. Ini lebih baik ketimbang orang pribumi, ngaku pro rakyat, tapi korupsinya nauzubilah mindzalik. Jadi, tolong Anda klarifikasi,” protes salah satu peserta diskusi. [2]

Dalam dua peristiwa tersebut, Ruhut S mendapat kecaman luas dari masyarakat. Sebagai seorang petinggi partai yang Ketua Dewan Pembina selalu mencitrakan diri sebagai orang santun, ternyata ‘membina’ orang seperti Ruhut yang kerap mengumbar opini yang menyinggung SARA. Didalam partai tersebut, Ruhut P Sitompul, SH menjabat sebagai Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Departemen Pendidikan dan Pembinaan Politik Partai Demokrat. [3]

Belum cukup menyinggung perasaan etnis Arab dan China (Tionghoa) di Indonesia, Ruhut pada Rapat Century 6 Januari 2010 kembali mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Ruhut yang selalu tampil berlebihan (dan memposisikan diri paling benar), mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas di Gedung Senayan. Kata-kata yang tidak terhormat keluar dari anggota dewan terhormat. Ruhut Sitompul mengeluarkan kata “bangsat” kepada Prof Gayus Lumbuun setelah mereka berdua terlibat perang kata-kata di pansus. Merasa bahwa pembagian waktu yang tidak proportional, Ruhut memanggil pimpinan sidang pansus dengan “kodok”.

Berikut kutipan adu mulut kedua anggota komisi III itu:

Ruhut: Tanya sama kodok. Jangan marah-marah kodok. Engkau kan profesor.
Gayus: Anda jangan kurang ajar, jangan bawa-bawa profesor. Harusnya Pansus menegur Ruhut supaya dikembalikan di fraksinya saja karena sering bikin gaduh.
Ruhut : Anda pimpinan, Anda harus tegas…Kalau nggak senang lempar palu ke aku..
Gayus: Satu kata untuk engkau, diam kau!
Ruhut: Diam apa bangsat! brengsek! [4]

Meskipun telah 3 kali disorot oleh publik sejak posisinya di Partai-nya SBY, Ruhut tampak santai dan seenaknya menyinggung lawan bicaranya dengan kata-kata yang kurang etis. Hal ini kembali terjadi pada Rapat Pansus Hak Angket DPR RI tentang Bank Century tanggal 14 Januari 2010. Pada rapat tersebut, pansus menghadirkan mantan Wakil Presiden RI HM Jusuf Kalla (JK), SE sebagai saksi ‘kunci’.

Pada sidang pansus tersebut, JK kembali mengulang pernyataannya bahwa dana Bank Century dirampok internal. Dia juga mengaku yang memerintahkan Polri untuk menangkap Robert Tantular. Tindakan itu dilakukan, karena JK melihat Gubernur Bank Indonesia (BI) waktu itu, Boediono yang sekarang menjadi Wapres hanya diam. Begitu pun dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang juga menjabat Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada saat yang sama.

Semua pertanyaan anggota Pansus dijawab JK dengan lancar dan terbuka. Giliran Partai Demokrat (PD) tiba, persoalan pun muncul. Sebagai pembicara pertama dari Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul tidak menanyakan JK bagaimana duduk persoalan amblasnya uang triliuan, sebagaimana pertanyaan anggota Pansus lainnya. Yang dilakukan Ruhut bukanlah pertanyaan, tetapi mengadili JK bak terdakwa.

Adu argumen terjadi antara Ruhut dan JK, ketika JK menepis pernyataan Ruhut yang menyebutkan Wapres JK telah intervensi hukum. JK menyebut bahwa dirinya (Wapres) terlalu rendah jika intervensi polisi menangkap Robert Tantular, yang terjadi justru JK memerintahkan, bukan mengintervensi. Jawaban ini, langsung membuat peserta rapat dan hadirin di balkon tertawa. Hal ini tentu membuat Ruhut tidak senang. Mendapat argumen dari JK, Ruhut pun ‘menyerang’ lebih keras. Sampai saatnya, Ruhut tidak lagi memanggil JK dengan ‘Bapak”. Ruhut dengan nada yang tidak wajar memanggil JK dengan “Daeng”. Kata “Daeng” untuk identitas suku Bugis dikeluarkan dengan konteks tidak semestinya ini membuat dua anggota pansus yang berasal dari Sulawesi Selatan tersinggung.[5]

Penggunaan kata Daeng (untuk suku Bugis) dalam kondisi, relasi dan waktu tepat merupakan sapaan hormat. Namun, ketika kata “Daeng” digunakan dengan nada, intonasi dan konteks yang tidak tepat, maka “Daeng” ini menjadi kata yang merendahkan martabat seseorang. Dan pada peristiwa itu, Ruhut menggunakan “Daeng” dengan nada sinis. Sehingga wajar jika ada orang dari suku Bugis menjadi marah.

Sebenarnya panggilan Daeng untuk orang Bugis Makassar itu biasa saja. Daeng itu dipanggil untuk kakak, orang yang dihormati, sampai tukang becak pun kita panggil Daeng, atau tukang sayur. Jadi panggilan biasa. Ya memang, yang jadi soal panggilan Daeng itu tidak pada tempatnya pada saat itu karena acaranya lebih formal, kan. Kedua cara memanggilnya itu nyeleneh, ya kan?. Sehingga banyak teman-teman dari Makassar merasa tersinggung. Karena cara memanggilnya itu.

- Jusuf Kalla- [6]

Motivasi Ruhut?

Baik Ruhut maupun politikus partai Demokrat selalu membela bahwa pernyataan Ruhut yang kasar dan berbau SARA tidak dimaksudkan untuk menghina atau memicu “SARA”. Dengan alasan bahwa ia adalah orang Batak, para politisi Demokrat seolah-olah merestui sikap dan pernyataan Ruhut. Adalah lucu mengkambingkan suku Batak atas kekasaran yang dilakukan si Poltak ini. Apa semua masyarakat bodoh dan tidak tahu bahwa banyak orang Batak yang bisa berbicara halus dan santun?

Burhanuddin Napitulu (Golkar), Tifatul Sembiring (PKS), Trimedya Panjaitan (PDIP), Effendy M S Simbolon (PDIP), adalah para politisi yang berasal dari suku Batak. Namun, mereka bisa berbicara dengan halus dan santun. Dari catatan saya, mereka-mereka ini tidak/belum pernah mengeluarkan kata-kata kasar dan berbau SARA di depan publik. Seorang Darmin Nasution ataupun Marsilam Simanjutak yang hadir dalam rapat pansus Century pun bisa berbicara dengan santun di depan publik, meski ia orang Batak. Begitu Ketua Plk KPK Tumpak Hatorangan Panggabean atau pengacara Todung Mulya Lubis yang bernada halus. Oleh karena itu, mereka yang berusaha membela Ruhut atas perkataan kasar dan ’sara’ atas nama suku Batak sudah sepantasnya ‘mengaca’. Sungguhlah lucu ketika Partai Demokrat menilai kata ‘bangsat’ yang dilontarkan Ruhut ke Gayus sebagai hal yang wajar.

Pertanyaan dan persoalannya adalah mengapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat membiarkan Ruhut Sitompol mengumbar omongan liarnya? SBY yang terkenal teliti dan hati-hati ternyata membiarkan Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut demikian bebas dan liarnya. Dengan ‘liar’-nya mulut si Ruhut dan dalam beberapa kesempatan membuat gaduh di sidang pansus, kita perlu menduga bahwa Ruhut memang sengaja dipasang untuk mengganjal laju Pansus Hak Angket DPR.

Kejadian Ruhut membuat marah Gayus Lumbuun, menginterupsi hanya karena waktu makan siang, membuat pernyataan-pernyataan (bukan pertanyaan) pemujian berlebihan kepada ‘bos’-nya di sidang pansus serta memanggil “Daeng” dengan sinis untuk JK secara tidak langsung membuat integritas pansus semakin merosot sekaligus energi pansus tersita terhadap persoalan yang tidak substansi. Dengan sikap Ruhut saat ini, tentu laju Pansus menjadi tersendat.

**********

Para anggota dewan yang menjadi anggota pansus angket BC pada khususnya dan anggota DPR pada umumnya, mestinya sudah mengerti dan memahami hak, tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang dimiliki seorang anggota dewan terhormat. Dengan segala fasilitas dan wewenang yang dimilikinya,mestinya anggota DPR dalam mengemban dan memperjuangkan amanat penderitaan rakyat, wajib menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPR RI.

Mestinya seorang anggota DPR patuh dan melaksanakan kode etik yang tertuang dalam pasal 7 bahwa “selama rapat berlangsung setiap anggota bersikap sopan santun, bersungguh-sungguh menjaga ketertiban, dan mematuhi segala tata cara rapat sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI.” [7]

Semoga para petinggi partai yang memiliki anggota dewan dengan ‘mulut liar’ tidak memberi alasan konyol bahwa perkataan kasar seperti ‘bangsat’ di sidang resmi negara adalah hal wajar!
Dan berharap agar kode etik anggota dewan ini tidak hanya menjadi formalitas belaka! Hanya digunakan untuk menghukum anggota dewan yang ‘lemah’ secara politik, namun petinggi/teras tidak tersentuh dengan kode etik tersebut.


Bookmark and Share

Ruhut: Buyung Itu "Burung Cucak Rawa"




Jakarta, (tvOne)

Bukan Ruhut Sitompul namanya kalau tidak membuat pernyataan-pernyataan yang sensasional dan menarik perhatian anggota Pansus Angket Century. Hari ini (8/2) saja, Ruhut kembali membuat pernyataan yang tajam ditujukan kepada seorang mantan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution di rapat Pansus Century.

Saat pansus menyebut-nyebut nama Adnan Buyung, sontak Ruhut interupsi agar pansus tidak perlu menyebut atau mendengar ucapan Adnan Buyung. "Jangan bawa-bawa Adnan Buyung, aku malu. Kenapa, karena terlepas dari ilmu Tata Negara yang dipelajarinya di Belanda, itu gelarnya tidak bersih," kata Ruhut Sitompul di Gedung DPR.

Karena itu, lanjut dia, Buyung harus tahu diri. "Jangan mentang-mentang gak jadi Wantimpres lagi, seperti sakit hati, ngomong dimana-mana seperti burung 'cucak rawa' saja. Sekali lagi saya tegaskan, Buyung Nasution tidak usah didengar, jangan didengar, pesan dari Ruhut yang menyampaikan," tegasnya dengan nada tinggi.


Bookmark and Share

Buyung: Pansus & KPK Harus Berani Periksa SBY




Jakarta, (tvOne)

Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution menilai Pansus Hak Angket Century dan Komisi Pemberantasan Korupsi harus berani memanggil Presiden SBY. Pemanggilan ini untuk mengetahui apakah ada komunikasi antara KSSK dengan Presiden SBY saat itu.

Hal ini dikatakan pengacara berambut putih ini ketika menjadi pembicara dalam diskusi 'Memprediksi Rekomendasi Pansus Century' di Rumah Perubahan, Jl Panglima Polim, Jakarta Selatan, Minggu (7/2).


Bookmark and Share

Selamat Dari Tsunami, Tak Selamat dari Kaos Bekas




Kaos bekas menjadi barang yang diperkarakan dalam sidang dakwaan pencurian yang berlangsung di Pengadilan Negeri Serang, Banten. Menjadi terdakwa, Aspuri, korban selamat bencana tsunami di Aceh, yang kini tinggal di Serang, Banten.


Bookmark and Share

Polisi Masih Kembangkan Kasus Nova




Polisi tadi malam menemukan Marieta Nova di sebuah rumah makan di kawasan Tangerang, Banten. Dugaan sementara Marieta Nova lari bersama pacarnya yang bertemu lewat dunia maya. Kini polisi tengah melakukan visum terhadap Nova, terkait pengakuan pelaku yang telah melakukan hubungan intim.


Bookmark and Share

Kekerasan di STIP Sudah Tidak Terjadi




Video aksi kekerasan di antara sesama siswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, yang beredar di media, tidak mempengaruhi aktivitas di kampus itu. Pimpinan STIP juga menjelaskan, kekerasan sistematis sudah tidak terjadi, menyusul pengawasan yang semakin ketat.


Bookmark and Share

Unjuk Rasa Wartawan Tolak Intimidasi




Pasca insiden intimidasi lima wartawan yang meliput kasus dugaan malpraktik di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik, hari ini wartawan di Medan menggelar unjukrasa. Wartawan juga memprotes penyekapan yang dilakukan pihak keamanan rumah sakit.


Bookmark and Share